Falsafah
Hidup Ulun Lampung
Falsafah Hidup Ulun Lampung
termaktub dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:
- Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
- Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
- Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
- Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
- Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya)
Sifat-sifat di atas dilambangkan
dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi Lampung.
Sifat-sifat orang Lampung tersebut
juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):
Tandani ulun Lampung, wat
piil-pusanggiri
Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi
Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi
Nengah-nyampugh mak ngungkung, sakai-Sambaian gawi
Mulia heno sehitung, wat liom ghega dighi
Juluk-adok gham pegung, nemui-nyimah muaghi
Nengah-nyampugh mak ngungkung, sakai-Sambaian gawi
Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A
(api) yang dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih
Rajabasa, Balau Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering
dan Daya (yang beradat Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian
(yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun
Abung dan Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar