CETIK
Alat
musik tradisional Lampung “Cetik” kini mulai digemari masyarakat
Lampung. Alat musik yang terbuat dari bambu itu kini tidak saja dipelajari di
sekolah-sekolah formal di Lampung, menjadi kurikulum di Sekolah Tinggi Agama
Hindu, melainkan juga sudah berkembang kepada pemakaian sebagai alat musik
pengiring ibadah di pura.
Syafril
Yamin,
Seniman Cetik Lampung, Kamis mengatakan, alat musik cetik
atau dalam bahasa Lampung dikenal sebagai gamolan pekhing, merupakan
alat musik tradisi Lampung yang sangat lambat perkembangannya. Sebelum 1990,
cetik hanya dikenal sebagai alat musik yang dimainkan saat upacara adat atau
upacara penyambutan tamu.
Selain
itu, alat musik cetik juga belum memiliki peraturan baku dalam memainkan
nada-nadanya. Sehingga generasi muda Lampung enggan belajar memainkan cetik.
Hal
itu menyebabkan pemain cetik terbatas pada seniman-seniman cetik saja.
Pemain-pemain tersebut juga hanya ada di sanggar-sanggar kesenian Lampung saja.
Dewasa
ini, pemakaian cetik sudah berkembang, tidak saja untuk adat atau penyambutan
tamu melainkan sudah berkembang menjadi alat pengiring tarian ataupun pengiring
ibadah di pura. Faktor pendukungnya adalah kini notasi atau aturan nada
memainkan cetik sudah dituliskan sehingga memudahkan pemain pemula belajar.
Syafril
mengatakan, selain itu, upaya-upaya Dewan Kesenian Lampung yang terus menerus
melakukan pelatihan permainan cetik bagi pelajar dan mahasiswa di Lampung turut
mendukung perkembangan pelestarian alat musik cetik. “Sekarang ini
perkembangannya mengembirakan. Meski baru sebatas bisa memainkan, namun gairah
memainkan cetik itu ada dimana-mana,” ujar Syafril.
Safril
menyontohkan, cetik yang semula dipakai dalam acara tradisi, mengiringi
kedatangan tamu, hingga mengiringi warga dewasa menuturkan sastra lisan, kini
cetik sudah masuk dalam ranah musik kontemporer. Cetik sudah diikutsertakan
dalam musik dengan band.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar